Rabu, 30 September 2009

Hukum Cadar Bagi Perempuan

Assalamu’alaikum wr wb
Bpk Kiai yang terhormat, sebenarnya bagaimanakah hukum memakai cadar bagi muslimah Indonesia? Atas bantuannya kami ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum wr wb.
Memakai cadar adalah sebagai bentuk atau cara menutupi wajah, adapun wajah perempuan dihadapan orang laki-laki lain atau bukan mahromnya (orang yang halal menikahi) atau status haram menikahinya itu hanya sementara, seperti adik ipar, adalah termasuk aurat yang haram dilihat menurut pendapat yang mu’tamad (yang dapat dijadikan pedoman). Sedangkan dihadapan mahram atau sesama jenis bukan hal yang haram dilihat, hal ini karena melihat dari definisi aurat, yang mempunyai dua makna;
1. Hal yang wajib ditutupi, yaitu ketika shalat bagi perempuan wajib menutupi auratnya di semua anggota badannya selain wajah dan telapak tangan, walau tidak ada yang melihat bahkan walau di tempat yang sunyi dan gelap karena faktor dogmatif (doktrin agama). Sebagaimana hadis Aisyah;

عَنْ عَائِشَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا أَنَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ قَالَ لَا يَقْبَلُ الله ُصَلَاةَ الحْائِضِ اِلَّا بِخُِمَارِ رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ اِلَّا النَّسَائِىُّ وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حُزَيْمَةَ وَفِيْ حَدِيْثِ أَبِيْ دَاوُدَ مِنْ حَدِيْثِ اُمِّ سَلْمَةَ فِيْ صَلَاةِ الْمَرْأَةِ فِيْ دِرْعٍ وَخُمَارٍ لَيْسَ عَلَيْهَا إِزَارٌ وَاِنَّهُ قَالَ إِذَا كَانَ الدِّرْعُ سَابِغًا يُغْطِىْ ظُهُوْرَ قَدَ مَيْهَا

Dari hadis ini jelas bahwa bagi wanita ketika shalat wajib menutupi semua anggota badan, karena pengertian خُمَارٌ adalah yang menutupi kepala dan leher. Adapun دِرْعٌ pengertiannya adalah menutup dua telapak kaki, sedangkan membuka wajah diperbolehkan dalam shalat karena tidak ada hadis yang memerintahkan. Kalau pakai cadar yang keningnya tertutup justru tidak sah karena sujud harus membuka kening.
2. Pengertian aurat yang kedua adalah sesuatu hal yang haram dilihat dikarenakan dampak negatif yang biasa terjadi dari sebab melihat. Negatif yang dimaksudkan sebagai dampak buruk dari melihat adalah pelanggaran syariat sebagaimana melampiaskan nafsu birahi terhadap sasaran yang dilarang syariat. Seperti ingin mencium, bahkan mengarah berzina. Dengan demikian jika dengan melihat tersebut jelas aman dari keluar syariat atau terjadinya negatif merupakan hal yang langka maka tidak haram. Karena itu syariat mengklasifikasikan aurat perempuan yang haram dilihat dengan mempertimbangkan orang yang melihat. Sebagai berikut;
A. Dilihat sesama jenis. Artinya laki-laki terhadap laki-laki, perempuan terhadap perempuan. Maka diperbolehkan melihat dengan tanpa ada nafsu birahi. Kecuali pada anggota di antara lutut dan pusar. Jika melihat di tempat itu maka haram walau tidak ada syahwat. Sebagaiman ungkapan al-Syaikh Ibrahim al-Baijuri dalam kitab Hasyiah Ibnu Qasim juz II Hal. 96.

وَسَكَتَ اَلْمُصَنِّفُ عَنْ نَظْرِ الرَّجُلِ إِلَى الرَّجُلِ وَنَظْرُ الْمَرْأَةِ إِلَى اْلمَرْأَةِ فَيَحِلُّ كُلٌّ مِنْهُمَا بِلَا شَهْوَةٍ إِلًّا لِمَا بَيْنَ السُّرَّةِ وَالرُّكْبَةِ فَيَحْرُمُ وَلَوْ بِلَا شَهْوَةٍ

Ketika keadaan ini jelas tidak ada kewajiban memakai cadar.
B. Melihatnya orang laki-laki lain (orang yang bukan mahram/orang yang halal dinikahi) tidak dalam keadaan hajat. Dalam hal ini ada dua pendapat; pertama, haram melihat pada segala sesuatu yang menjadi anggota badan perempuan termasuk wajah, rambut dan pendapat ini yang banyak dijadikan pedoman karena menutup dari segala terjadinya hal yang negatif dengan sekecil apapun. Dengan mengikuti pendapat ini ketika wanita keluar pada tempat-tempat tanpa ada hajat maka wajib menutup wajahnya. Kedua, haram yang melihatnya pada selain wajah dan telapak tangan perempuan. Tidak haram pada wajah dan kedua telapak tangan, karena melihat firman Allah وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَمِنْهَا “Mereka tidak menampakkan tempat perhiasan mereka kecuali anggota yang nampak.”
Ayat إِلَّا مَا ظَهَرَمِنْهَا diinterpretasikan (ditafsirkan) dengan wajah dan kedua telapak tangan. Dalam keadaan zaman yang banyak fitnah ini boleh kita taklid pada pendapat ini yang berarti tidak wajib memakai cadar. Sebagaimana ungkapan Syeikh Ibrahim al-Bajuri dalam Hasyiahnya;

وَنَظْرُالرَّجُلِ إِلَى الْمَرْأَةِ عَلَى سَبْعَةِ أَحْزُبٍ اَحَدُهَا نَظْرُهُ إِلَى أَجْنَبِيَّةٍ لِغَيْرِ حَاجَةٍ فَغَيْرُ جَائِزٍ قَوْلُهُ اِلَى أَجْنَبِيَّةٍ اَىْ اِلَى شَيْءٍ مِنْ إِمْرَأَةٍ أَجْنَبِيَّةٍ اَىْ غَيْرُ مُحَرَّمٍ وَلَوْ أَمَةً وَشَمِلَ ذَلِكَ وَجْهَهَا وَكَفَّيْهَا فَيَحْرُمُ اَلنَّظْرُ إِلَيْهِمَا وَلَوْ مِنْ غَيْرِ شَهْوَةٍ أَوْ خَوْفِ فِتْنَةٍ عَلَى الصَّحِيْحِ كَمَا فِىْ الْمِنْهَاجِ وَغَيْرِهِ وَقِيْلَ لاَ يَحْرُمُ لِقَوْلِهِ تَعَالَى وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَمِنْهَا وَهُوَ مُفَسَّرٌ بِالْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ وَالْمُعْتَمَدُ اَلْأَوَّلُ وَلَا بَأْسَ بِتَقْلِيْدِ الثَّانِى لَا سِيَّمَا فِىْ هَذَا الزَّمَانِ اَلَّذِىْ كَثُرَ فِيْهِ خُرُوْجُ النِّسَاءِ فِىْ الطُّرُقِ وَالْأَسْوَاقِ ...إلخ .الباجوري 11 ص 97

C. Laki-laki melihat pada istrinya atau perempuan amat maka boleh pada anggota yang mana saja kecuali pada kelaminnya. Sedang jika melihat kelamin ada dua pendapat; pertama menghukumi haram, tapi pendapat ini lemah. Yang lebih benar adalah pendapat yang kedua, yang memperbolehkan melihat kelamin tapi makruh.

وَالثَّانِى نَظْرُهُ إِلَى زَوْجَتِهِ وَأَمَّتِهِ فَيَجُوْزُ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى مَا عَدَا الْفَرْجَ مِنْهُمَا أَمَّا الْفَرْجُ فَيَحْرُمُ نَظْرُهُ وَ هَذَا وَجْهٌ ضَعِيْفٌ وَاْلأَصَحُّ جَوَازُ النَّظْرُ إِلَى الْفَرْجِ لَكِنْ مَعَ الْكَرَاهَةِ .(اه أبى شجاع)

Kasus ini jelas tidak harus memakai cadar.
D. Melihat pada mahram. Baik disebabkan nasab atau sesusuan. Maka diperbolehkan pada selain anggota diantara lutut dan pusar selama tidak ada nafsu birahi. Jika ada nafsu birahi maka haram melihat kepada siapapun.

وَالثَّالِثُ نَظْرُهُ إِلَى ذَوَاتِ مَحَارِمِهِ بِنَسَبٍ أَوْ رَضَاعٍ أَوْ مُصَاهَرَةٍ أَوْ أَمَّتِهِ المُزَوَّجَةِ فَيَجُوْزُ أنْ يَنْظُرَ فِيْمَا عَدَا مَا بَيْنَ السُّرَّةِ وَالرُّكْبَةِ . أبى شجاع

E. Melihat wanita karena ingin mengetahui, sebab akan menikahi. Maka boleh melihat pada wajah dan kedua telapak tangan sampai batas ia tahu .( قَدْرِ حَاجَةِ ) Setelah itu (memenuhi batas kebutuhan) maka haram, walau perempuan itu akan dinikahi. Dengan demikian yang biasa dilakukan kebanyakan anak muda sekarang, selalu apel atau bahkan membawa pergi wanita setelah bertunangan apalagi hanya sekedar pacaran, hukumnya adalah haram.

.وَالرَّابِعُ النَّظْرُ لِأجْل ِالنِّكَاحِ فَيَجُوزُ إلىَ الْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ

F. Melihat untuk pengobatan. Diperbolehkan bagi dokter untuk melihat aurat pasiennya, tapi syaratnya sang dokter wajib meminimalisir dan tidak ada dokter yang sama jenis kelaminnya dengan pasien. Karena diperbolehkannya melihat aurat bagi dokter hanya dlarurat dan harus dihadiri laki-laki mahramnya.

وَكُلُّ مَا أُبِيْحَ لِلضَّرُوْرَةِ قُدِّرَ بِقَدْرِهَا

G. Melihat karena hubungan kerja agar mengenal dan jika ada hal-hal yang terjadi dapat diselesaikan karena sama-sama mengenal, dalam hal ini boleh melihat wajah. Dengan demikian, perempuan yang bekerja seperti melakukan transaksi jual beli tidak wajib memakai cadar agar dikenali.

النَّظْرُ لِلْمُعَامَلَةِ لِلْمَرْأَةِ فِِى بَيْعٍ وَغَيْرِهِ فَيَجُوْزُ النَّظْرُ إِلَى الْوَجْهِ خَاصَّةً
Sumber : http://www.misykat-kediri.co.cc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TOP