Rabu, 29 September 2010

Apakah niat zakat harus dilafadzkan?

Apakah niat zakat harus dilafadzkan?
Ditulis oleh Dewan Asatidz
Tanya:

Assalamu'alaikum wr.wb

Mohon jawaban untuk hal-hal sebagai berikut :
1. Pada saat menyerahkan Zakat Maal kepada yang berhak, apakah harus diucapkan dihadapan yang menerima bahwa kita memberikan zakat kepada dia, atau cukup diniatkan didalam hati saja?
2.Tolong dijelaskan kembali, orang-orang yang berhak untuk menerima zakat maal. Apakah anak yatim berhak untuk menerima zakat maal?
Sebelumnya saya ucapkan terima kasih atas jawabannya.

Wassalamualaikum wr. wb
Lesmana Nahar

Assalamu Alaikum Wr Wb.
Pertanyaan :
Benarkan pada saat kita mau berzakat maal, pada saat menyerahkan harus disertai akad / ucapan bahwa ini zakat maal?
Jika demikian apakah tidak menimbulkan riya pada akhirnya?
Adakan landasan ayat / hadist yang menerangkan hal tsb?
Dan bagaimana dengan zakat lainnya?
Apakah harus ada akadnya juga? Mohon penjelasan.

Wasalamu Alaikum Wr Wb
Eva

Jawab:

Niat merupakan syarat sahnya amal apa saja. "innamaal a'maalu binniyaat", kata sebuah hadis.
Termasuk zakat dan sedekah sunat lainnya. Dan niat itu tempatnya di hati, pekerjaannya hati. Tidak perlu diucapkan saat menyerahkan kepada yang berhak atau 'amil (panitia).

Kapan niat dilakukan? Niat tidak harus dilakukan tepat saat menyerahkan zakat. Asal tidak terlalu lama sebelum itu. Misalnya saja saat Anda mengambil beras dari dalam karung di rumah, beberapa kilo, sambil Anda niati bahwa itu zakat fitrah untuk si fulan. Maka sah-sah saja. Atau berniat saat Anda menyuruh putra Anda untuk membawa beras itu ke panitia atau ke fulan yang miskin. Ini juga boleh.

Terkadang ada panitia yang meminta kita untuk melafadzkan niat di depannya pakai bahasa Arab, bahkan kalau kita tak bisa atau tak hafal dia akan menuntun kita, itu hanyalah formalitas belaka. Tanpa seperti itu pun sudah sah.

Kalau kita dimintai kejelasan oleh panitia, zakat yang kita kasihkan itu zakat untuk berapa orang, atau zakat jenis apa, ya kita terangkan saja bahwa zakat itu untuk 3 orang.. zakat ini adalah zakat mal, misal, maka keterangan ini belum tentu niat, kecuali jika baru saat memberi keterangan itu kita sambil berniat. Jangan takut pada riya', karena munculnya riya' atau tidak itu tergantung pada kekuatan jiwa kita, bukam pada apakah kita mengucapkannya atau tidak. Tapi, memang, sedekah yang dirahasiakan (penerima tidak tahu siapa kita) itu lebih utama.

***

Dalam masa krisis seperti ini, jenis penerima zakat yang paling banyak tentu fakir-miskin. Fakir adalah fakir orang yang papa, tak punya kekayaan juga tak punya pekerjaan, karenanya tidak mampu menafkahi kebutuhan keluarganya. Miskin adalah orang yang punya pemasukan, namun tak cukup untuk menghidupi keluarganya.

Anak yatim apakah berhak? Dilihat dulu. Kalau dia memang termasuk miskin, ya berhak. Jadi haknya itu bukan karena ke-yatim-annya, tapi karena kemiskinannya. Karena ada juga anak yatim yang kaya, menikmati warisan yang melimpah-ruah dari orang tuanya yang telah meinggal. Yang seperti ini ya tentu tak berhak berhak menerima zakat.

Penyaluran zakat kepada "delapan jenis yang berhak menerimanya" (al-ashnaf al-tsamaaniyah, seperti terkandung dalam surah At-Taubah ayat 60) itu sudah jelas. Namun, yang paling rawan perbedaan pendapat adalah "fii sabiilillah" (berjuang di jalan Allah): apakah itu khusus untuk orang yang berperang di medan laga berperang melawan orang kejahatan kafir atau tidak. Ada sebagian yang menafsiri itu khusus untuk orang yang pergi bertempur, dan sebagian lain berpendapat bahwa fii sabiilillah itu bisa diartikan lebih luas lagi tidak terbatas pada orang yang berperang. Bisa memasukkan segala usaha yang baik demi kemaslahatan umum, seperti pembangunan masjid, madrasah, beasiswa, perbaikan jembatan, dll.
Wallahua'lam bisshawaab.

Mutamakkin Billa dan Arif Hidayat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TOP